Sebuah
Harapan Kecil
Belinda, gadis cantik itu
tinggal di hutan bersama Ibunya. Bapaknya pergi merantau entah jauh di sana,
dan tak kembali lagi. Ibunya merupakan penjual kayu bakar di kota sana. Memang,
jalannya agak jauh. Tapi apa kata, itulah satu-satunya cara untuk makan dan
tetap hidup.
Belinda adalah anak
tunggal. Satu hari dahulu ia sangat senang karena Ibunya mengandung lagi. Apa
kata takdir, Ibunya keguguran. Sepertinya karena stress akibat Bapaknya yang
pergi jauh dan tak kembali. Sebagaimanapun cinta Ibunya pada Bapaknya, Bapaknya
takkan kembali. Tuhan tahu itu.
Belinda selalu bermimpi.
Bagaimana jika ia dan Ibunya hidup berkecukupan. Tak perlu istana atau sepatu
kaca. Roti untuk dimakan tiap hari adalah berkah Ilahi untuknya. Harapan kecil
itu ada di hatinya. Belinda dan Ibunya hanya makan bubur pada pagi hari dan
kelaparan hingga terlelap pada malam hari. Betapa sengsaranya hidup Belinda.
Belinda sangat suka
langit. Belinda yakin melewati batas langit sana ada suatu tempat yang indah
bernama surga. Belinda ingin ia dan Ibunya masuk surga di atas sana. Oleh
karena itu, Belinda rajin berdoa pada Tuhan. Mengharapkan ridha nya. Langit
juga merupakan tempat Belinda mengistirahatkan raganya. Belinda senang melihat
langit di sela-sela pohon yang mengitari rumah Belinda. Meski sedikit, itulah
yang membuatnya indah.
Belinda belum pernah
jatuh cinta. Belinda adalah tipe orang yang sulit jatuh cinta. Ketampanan yang
ia temukan saat kadang ia pergi ke kota kala menemani Ibunya berjualan tak
membuatnya terpesona sedikit pun. Tapi Belinda sangat kagum dengan kota tempat
Ibunya berjualan. Nama kota itu adalah Penang.
Penang merupakan kota
yang teratur dan nyaman untuk dibuat jalan kaki. Kota ini dijuluki “Kota Seni.”
Karena banyaknya karya seni jalanan dan tata kotanya yang artistik. Ekonominya
juga maju. Hampir semua orang di kota ini ramah. Mereka juga saling membantu.
Menurut pandangan manusia pada umumnya, kota ini adalah kota impian!
Hampir setiap pagi Ibu
Belinda membangunkan Belinda dengan kata ini:
“Belinda, bangun sayang.
Hari ini dan hari esokmu akan cemerlang. Jauh lebih baik dari Ibu sekarang ini.
Bangun untuk kehidupan yang lebih baik, sayang. Ayo, cepat bangun!”
Kata-kata itu menaruh
harapan pada hati kecil Belinda. Mungkin harapan itu akan menjadi nyata.
Harapan kecil itu ada dan bersinar terang dalam hati kecil Belinda. Belinda
harus mengejar harapan itu dan membuatnya nyata. Seluruh kasih sayang yang
diberikan Ibunya membekas dalam lubuk hatinya. Itu semua memberikannya pancaran
semangat untuk membebaskan harapan dan cintanya pada dunia.
Hari itu Belinda tidak
melakukan apa-apa. Berbeda dengan biasanya dia yang pro-aktif dan rajin
membantu Ibunya. Belinda adalah anak yang baik. Ibunya percaya dan tahu itu.
Maka dari itu, Ibunya membiarkan Belinda sendirian. Pasti dia sedang memikirkan dan merencakan hal yang baik. Terima kasih
Tuhan, kau menitipkan bidadari dalam hidupku. Batin Ibu Belinda seraya
tersenyum sambil menyapu gubuk kecil buatan sendiri yang menjadi rumahnya.
Malamnya, saat sebelum
tidur, Belinda sudah memutuskan resolusinya. Ia akan merantau ke dunia luar
sana mencari kebahagiaan. Mengambil langkah untuk hidup yang lebih baik. Cinta
Belinda akan hidupnya akan bertambah setelah perantauannya ini. Belinda tahu
itu.
Paginya Belinda
membereskan barang-barangnya untuk pergi jauh ke sana. Ibu Belinda segera
terbangun dan menanyakan apa yang dilakukan Belinda:
“Nak, apa yang kamu
lakukan?”
“Aku berkemas, Bu.” Jawab
Belinda.
Ibu Belinda terdiam.
Berusaha menggambarkan apa yang akan dilakukan oleh anak semata wayangnya itu.
Melihat Ibunya yang
kelihatan bingung, Belinda berkata, “Aku akan pergi ke luar sana, Bu. Aku ingin
mencari hidup yang lebih baik.”
Sontak Ibu Belinda
menangis sesenggukan. Kenapa anakku harus
meninggalkanku karena alasan mencari kemakmuran? Sedangkan aku sudah terlalu
tua untuk ikut dengannya. Seandainya saja aku masih muda… Ibu Belinda
membatin. “Aku-aku…” Ibu Belinda pun
gagap seakan ingin mengutarakan isi hatinya.
Langit pun menangis.
Menangis sangat berat. Air matanya dengan cepat dan kerasnya menembus tanah dan
menjadi sumber kehidupan bagi seluruh makhluk di dunia ini. Itulah alasan
mengapa kayu pohon di depan rumah Belinda bisa begitu cokelat dan kokoh seperti
rambut Belinda. Kini pohon itu juga menderu-deru diterjang angin. Seperti hati
Ibu Belinda yang sangat mengharapkan anaknya selalu ada di sampingnya.
Ibu Belinda sangat
mencintai Belinda. Tahu ia tahu mencintai bukan berarti tak membiarkan orang
tercinta pergi. Kadang, cinta butuh pelepasan. Tak harus dekat untuk berbicara
dari hati ke hati. Kadang jarak lah yang dapat menyampaikan cinta dengan semua
yang dilewatinya. Sebenarnya, cinta tak mengenal jarak dan waktu. Jadi apa? Ia
harus melepaskan anak terkasihnya, Belinda demi mengejar mimpinya. Bukankah
membiarkan orang tercinta mengejar mimpinya juga merupakan bentuk cinta juga?
“Iya, nak. Kejarlah
mimpimu.” Ucap Ibu Belinda kuat.
“Terima kasih, Ibu!”
Belinda pun memeluk Ibunya. “Aku takkan pernah melupakan Ibu!” Teriak Belinda
hingga langit menggema. Langit pun tahu cinta Ibu dan anak tersebut. Bagaimana
ia tak bergetar jika di bawahnya ada cinta kasih yang nyata? Walaupun
sebenarnya Ibunya kaget atas teriakan anak gadisnya yang cantik jelita itu.
Tapi teriakan itu memiliki maksud yang mulia. Ya, menyatakan cinta pada Ibunya.
Burung-burung pun beterbangan senang atas semua yang dilakukan Belinda kepada
Ibunya. Sekaligus juga kaget atas teriakan Belinda. Sama seperti Ibu Belinda.
Belinda segera membawa
barang-barang dan bekal secukupnya untuk merantau pergi ke jauh sana. Belinda
tak membawa bekal yang banyak. Karena ia juga akan bekerja di negeri orang,
pikir Belinda. Belinda pun menyalimi Ibunya yang hujan air mata dan pergi
menuju petualangannya.
Di hutan yang ia lewati,
tak seorang pun bertemu dengannya. Hanya binatang-binatang dan pohon-pohon yang
menjulang tinggi menuju langit yang ia temukan. Kadang, ada serangga yang
hinggap di tubuhnya. Tapi Belinda tidak takut akan itu. Ia tak seperti
kebanyakan perempuan yang mudah jijik akan binatang. Belinda adalah penyayang
binatang. Itulah yang membuatnya spesial.
Berjalan dan berjalan, ia
temukan hal-hal yang tak pernah ia pelajari sebelumnya. Bagaimana mendengarkan
suara angin dengan baik, mendengar desah pohon yang tertiup angin, memandang
langit dengan hati yang damai, dan berjalan menapaki bumi dengan menyadari
luasnya bumi.
Sudah seminggu Belinda
mengitari hutan yang kelihatannya tidak ada batasnya itu. Ia belum menemukan
apapun yang menurutnya berharga. Ia makan buah dari pohon dan minum air dari
mata air. Tidur di bawah pohon beratapkan langit yang sebenarnya. Semua
keindahan alam ini memanjakan indra Belinda.
Belinda merasakan
nikmatnya berada dalam kesendirian. Damai hati tak ada cekcok dengan sesama
manusia. Ia hanya berargumen dengan diri, pikiran, hati, dan jiwanya yang
selalu ada bersamanya. Belinda adalah anak yang diberkahi Tuhan. Sehingga
selalu ada hawa nafsu yang bertengkar dengannya, setan yang selalu mengajaknya
menuju kesesatan, orang kafir yang memusuhinya, dan malaikat yang mengajaknya
ke jalan Tuhan, yang selalu berada di dalam hatinya. Sebagaimana dikatakan
hadits nabi.
Belinda adalah anak yang
selalu bersyukur. Ia tak pernah iri pada nikmat yang diberikan Tuhan kepada
orang lain. Ia hanya melihat apa yang ia dapat dan melakukan yang terbaik
dengan semua itu. Sebenarnya, gadis-gadis kota Penang yang kaya akan materi
sering iri pada Belinda yang dianugrahi paras yang cantik dan badan dengan
lekuk tubuh yang ideal. Tapi, sebagaimana Belinda melakukan kebaikan dengan
seluruh hatinya, gadis-gadis itu tidak melihatnya. Hati mereka hitam kelam dan
keras. Tak tersentuh dengan kehidupan rohaniah dan memanjakan diri serta
melebur dalam kenikmatan duniawi. Tak patut kita contoh gadis-gadis kota Penang
itu.
Di antara kesendirian dan
alam, di sanalah Belinda menemukan tanda kemakmuran. Ya, dia menemukan burung
emas yang bertengger di pohon. Belinda terkaget-kaget dalam hatinya. Walaupun
ia hanya terkesiap di luarnya. Burung itu memiliki bulu emas yang
bersinar-sinar di bawah sinar mentari. Kaki emas dan daging emas yang dilihat
Belinda menandakan kemakmuran bagi siapapun yang mendapatkannya.
Setelah lama
terkagum-kagum dengan burung emas itu, yang tak bergerak sejak tadi seakan-akan
memamerkan keindahan dirinya di panggung yang disorot dunia. Ia bergerak
mendekati burung itu. Perlahan namun pasti ia melangkahkan kakinya dan
menyiapkan tangannya untuk menangkap burung tersebut. Dan dia pun menangkap
burung dan berusaha mencabuti bulunya tanpa ada rasa takut akan adanya kutukan.
Dan benar saja, saat ia mencabuti bulu pertamanya, Belinda berubah menjadi
bunga emas.
Dan di situlah Belinda
menunggu sebagai sekuntum bunga emas. Disiram hujan, ditiup angin, diterpa
sinar matahari. Menunggu tanpa lelah, mengharapkan keajaiban. Belinda
menginginkan seseorang untuk mencabut kutukan itu. Walaupun tak tahu bagaimana.
Belinda juga tak tahu apa yang ada di balik keberadaanya sebagai bunga emas.
Bunga Belinda punya
kekuatan “hidup selamanya” karena sebenarnya Belinda adalah anak terberkati
yang ditakdirkan untuk hidup yang splendid.
Tak ada orang yang
melewati daerah bunga emas Belinda setelah sekian lamanya. Daerah itu sangat
terpencil. Jauh dari perkotaan maupun pedesaan. Jauh dari mata air dan jauh
dari tempat orang cultivating. Jauh
dari mana-mana. Belinda hanya dekat dengan hatinya dan Tuhan yang ia percayai
akan menolongnya dari cobaan yang ia hadapi.
Selagi menjadi bunga,
Belinda hanya bermain dengan dirinya sendiri. Membiarkan dirinya terbawa pada
masa lalu yang indah. Membiarkan alam imajinasinya melayang bersama napasnya
yang terbawa jauh oleh angin di sana. Hatinya selalu berdoa pada Tuhan yang
menciptakannya selagi raganya menjelma menjadi bunga emas. Raganya boleh
terpasung, tapi jiwa dan pikiran Belinda terbang sebebas-bebasnya. Hanya
seperti kata Kartini.
Hari-hari dengan unsur
yang sama namun cerita yang tak sama berlalu bersama angan Belinda. Ia ditemani
binatang-binatang yang berada di dekatnya. Tingkah polah binatang-binatang itu
membuat Belinda terkikik dalam hatinya. Di dalam kikikannya tersebut, masih
terdapat doa yang terselip di dalamnya.
Suatu hari, seorang
pangeran yang menyukai bunga sedang berburu dan tersesat di hutan. Terpisah
dari para pengawalnya. Sampai ia duduk beristirahat tepat di dekat Belinda yang
menjelma menjadi bunga emas. Pangeran sangat terpukau karenanya. Tak sampai
seorang pun melihat sekuntum bunga emas yang berharga ini. Hanya pangeran ini
yang menemukannya. Seperti takdir mempertemukan mereka.
Ternyata, menjadi bunga
adalah jalan Belinda bertemu pangeran yang menyukai bunga.
Pangeran itu pun
memetiknya. Seketika setelahnya, pangeran itu pun tertidur.
Dalam tidurnya, ia
bermimpi melihat gadis cantik berambut cokelat bagai batang pohon paling delicate di dunia ini. Kulit seputih
salju dan warna mata yang sangat indah bagaikan pelangi. Gadis itu pun
mendekatinya dan berkata, “Terima kasih,” sambil memberikan senyumnya yang
termanis. Untuk apa “terima kasih” itu? Tak seorang pun tahu. Tapi karena itu,
sang pangeran jatuh cinta pada gadis di mimpinya itu. Tanpa mengetahui bahwa
gadis itu adalah Belinda.
Sebangunnya, pangeran
menemukan bahwa dadanya berdegup kencang. Di hatinya tersimpan rasa untuk gadis
di mimpinya itu. Rasa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Rasa bahwa ialah
gadis untuk hidupnya.
Sang pangeran berandai
kapan ia akan bertemu lagi dengan gadis impiannya lagi? Apakah ia harus
bermimpi lagi? Atau haruskah ia menunggu musim dingin untuk pergi dan
mengharapkan musim semi turun agar ia dapat bertemu dengannya di antara bunga
yang bersemi? Seperti kata lagu BTS, Spring Day, berapa malam lagi harus ia
lewati tanpa tidur hanya untuk bertemu dengan sang pujaan hati? Akankah ia
datang lebih cepat menuju gadis impiannya jika dia adalah butir salju yang
berjatuhan di udara? Ya, dia kesal pada
gadis itu, ia meninggalkannya. Tapi tak ada hari yang ia lewati tanpa
memikirkannya. Pangeran itu sempat berpikir untuk menghapusnya. Karena itu
lebih tidak menyakitkan daripada harus menyalahkannya. Tapi ia yakin, di ujung
musim dingin ada hari di mana bunga bersemi.
Di lamunannya, di bawah
bintang-bintang benderang, masih terpikir Belinda di benak pangeran itu. Kenapa
ia bisa merindukannya separah ini? Apakah ia berubah? Apakah gadis itu
mengubahnya? Alam imajinasinya melayang dengan bayangan gadis itu di
sampingnya.
Hujan turun, panas
matahari menyengat, salju turun, musim bersemi, dan akhirnya daun-daun berguguran.
Itu semua tak membuat gadis itu sirna dari pikirannya. Sampai seorang nenek
membiusnya dengan sapu tangan yang diberi obat bius tradisional. Nenek itu
menyekap hidung dan mulut pangeran yang membawa bunga emas di saku belakang celana
kerajaannya. Kau perlu tahu, bahwa nenek itu adalah penyihir jahat yang
menginginkan kekuatan ajaib bunga Belinda.
Di sinilah bunga emas dan
pangeran berada sekarang. Di gubuk yang shabby
dan tak layak milik penyihir yang menculik mereka. Tapi anehnya, pangeran
tidak sedih karena itu. Walaupun ia terbiasa dengan kenyamanan kerajaan. Begitu
juga Belinda, ia tak mengeluh sama sekali tentang keadaan di sekitarnya. Ia
adalah anak yang selalu bersyukur. Patutlah kau mencontoh Belinda yang tak
bergantung pada materi.
Gubuk itu gelap dan
pengap. Ada banyak jaring laba-laba dan debu di udara. Barang-barang yang mulai
rusak berserakan. Bau bangkai tikus di mana-mana. Belatungnya terlihat
mengitari rumah baik di dinding dan tiang kayu maupun di lantai. Untuk apa aku di sini? Pangeran dan
Belinda bertanya-tanya dalam hati sambil figuring
out apa jawabannya.
Berada di tempat yang
buruk adalah hal yang biasa bagi Belinda. Tapi dengan pangeran di sampingnya
tak biasa baginya. Pangeran itu memiliki paras tampan dan tubuh yang ideal. Itu
tak sedikit pun menyentuh hati Belinda. Karena tipe ideal Belinda adalah orang
yang memiliki hati mulia dan senantiasa tersenyum. Begitulah Belinda, yang tak
mencintai orang berdasarkan fisiknya.
Malam-malam pangeran
lewati dengan bunga emas yang berada di sakunya. Tenggelam dalam pikiran di
mana gadis impiannya. Jatuhnya bintang melewati jendela membuat pangeran
berharap akan pertemuannya dengan gadis impian. Dia percaya ia akan segera
bertemu gadis impiannya di tanah ini. Tanah di mana keajaiban terlahir.
Setiap malam jam 12,
penyihir itu mengambil dan memegang bunga emas di dekat pangeran. Bunga Belinda
tak bisa jauh dari pangeran karena pangeranlah yang menemukan Bunga emas itu.
Dalam kata lain, pangeran adalah Tuan Bunga Belinda. Jika sedikit saja Bunga
Belinda jauh dari pangeran, Bunga Belinda akan layu. Dan untuk melakukan
keajaiban, haruslah penyihir itu menyanyikan lagu sakral untuk dirinya selagi
sekarat:
Bunga
tumbuhlah
Muncul
kekuatan
Kembalikan
semua
Semua
milikku
-Tangled
Setelah itu semua
penyakitnya hilang seketika. Dan perlahan-lahan akan muncul lagi hingga
puncaknya jam 12 malam pada esok harinya. Hal ini selalu dilakukan di menara di
belakang gubuk yang dikelilingi padang rumput. Memang jalannya melelahkan
sekali. Mereka harus menaiki tangga yang sangat panjang. Di suasana yang gelap
dan pengap. Tapi lagi-lagi pangeran dan bunga emasnya bersabar dan menerima
keadaan di sekitarnya dengan lapang dada.
Padang rumput itu sangat
luas. Bagai tak ada seorang pun yang tinggal di sana. Sepi dan indah. Dua kata
itulah yang menggambarkan padang rumput di belakang gubuk penyihir itu. Angin
berhembus kencang meniup bunga emas pangeran sayup-sayup bergerak kesana
kemari, Pangeran juga pleased aatas
kenikmatan angin tersebut. Karena tinggi, dari atas menara ini, dengan jendela
yang terbuka, udara dingin dengan mudah mencapai bulu kuduk pangeran dan batang
si bunga emas.
Gadis itu benar-benar
gadis yang baik. Dapat dilihat dari pancaran matanya yang tulus dan murni bak
pelangi. Dan karena itu juga, pangeran yakin. Di balik hujan ini aka nada
pancaran sinar matahari yang mendatangkan Sang Pelangi alias gadis impiannya
itu.
Walaupun tak bertemu
dengan gadis impiannya itu, pangeran tahu, bahwa gadis itu adalah teman
terbaiknya. Dari cara ia mengatakan terima kasih. Semuanya sudah jelas. Gadis
itu adalah cinta sejatinya.
Si Bunga Emas belum jatuh
cinta pada pangeran sama sekali. Satu-satunya yang ia jatuh cinta pada adalah
padang di belakang gubuk penyihir yang menculiknya itu. Padang itu membawa Belinda
tinggi lebih dari apapun. Karena itu Belinda juga menikmati jika angin padang
itu bertiup mengenai saku pangeran tempat bunga itu berada. Bunga itu tak
pernah layu seperti semangat hidup Belinda. Belinda benar-benar memiliki
semangat hidup lebih dari siapapun. Terlebih lagi, bunga itu adalah bunga ajaib
yang merupakan bentuk lain dari anak yang hatinya tulus.
Pangeran merintih di
tidurnya. Ia berkata. “Selamatkan aku! Selamatkan aku!” Pangeran merasa harus
diselamatkan oleh gadis impiannya itu sebelum ia jatuh. Pangeran berharap gadis
impiannya akan mengulurkan tangannya untuk menyelamatkannya. Karena saat
bertemu gadis itulah matahari bersinar terang dan pangeran melepaskan semua
kesedihannya.
Setiap pagi, pangeran
membuat sarapan untuk sang penyihir. Jangan tanya Bunga Emas bagaimana. Bunga
itu ajaib. Tidak perlu disiram. Tak membutuhkan pupuk dan air seperti bunga
biasa. Hidangan yang biasa pangeran siapkan di pagi hari adalah bubur gandum.
Semua gandum itu didapatkan dari ladang gandum di belakang gubuk penyihir.
Tepatnya di padang itu. Pangeran juga yang mengelola ladang itu. Bisa dibilang,
pangeran adalah pembantu baru penyihir. Siangnya, mereka makan sop sayur. Yang
lagi-lagi bahan-bahannya didapatkan dari pengolahan sendiri. Dan malamnya,
mereka makan daging. Makanan malam adalah yang paling enak dari semuanya.
Pangeran sendiri merasakannya. Sedangkan Belinda hanya bisa mencium bau masakan
lezat pangeran.
Dia
hanya tampan saja. Aku belum terlalu tahu sifatnya tapi aku tidak menyukainya.
Bukan benci, hanya biasa saja. Tapi selama ini aku selalu berada di dekatnya.
Bagaimana jika ia adalah cinta sejatiku? Jika memang iya, aku harap ia akan
selalu tersenyum dan berhati mulia. Kata Belinda pada dirinya
sendiri.
Sikap penyihir itu pada
pangeran sangatlah galak. Ia sering memarahi pangeran karena hal sepele.
Awalnya pangeran ingin menangis. Walaupun tanpa mengeluh. Tapi hari demi hari
terlewati dan pangeran semakin menjadi pribadi yang kuat. Bagai besi yang ditempa
terus-menerus, akan menghasilkan karya yang indah. Sedangkan besi yang hanya
dielus-elus terus, takkan menghasilkan apa-apa. Pangeran sudah ditempa dengan
tempat tinggal yang buruk, pemanfaatan dirinya, dan sikap penyihir itu.
Hidupnya bersama penyihir sangat unpleasant.
Tapi gantinya, pangeran menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Lagi-lagi, setelah
pekerjaannya selesai, ia diminta naik ke atas menara untuk melakukan ritual.
Dengan bunga emas di sakunya, takkan ada apa-apa. Karena walaupun pangeran
tidak tahu, bunga itu adalah cinta sejatinya.
Saat melakukan ritual,
pangeran seperti berkata pada gadis impiannya dalam hati, Saat aku menemukanmu, aku takkan meninggalkanmu. Aku takkan pergi
darimu. Aku akan selalu bersamamu. Karena kau adalah harta karun yang aku
temukan di ujung pelangi.
Cara penyihir itu
menyembuhkan penyakit dari Bunga Emas adalah memegang bunga emas dan
menyanyikan mantra. Sesimpel itu. Tapi dilakukan setiap hari.
Saat ingin pergi tidur,
pangeran, bunga emas, dan penyihir harus menuruni tangga yang sangat panjang
itu. Suasananya gelap dan pengap. Jika dilihat dari atas, serasa menara itu
akan runtuh karena rasa takut kita akan ketinggiannya. Melewatinya bagai
diikuti hantu deri belakang. Mana banyak sarang laba-laba dan debu karena tidak
pernah dibersihkan. Penyihir mengancam pangeran jika ia tak menuruti
kemauannya, ia akan disuruh tidur di tangga menara. Sungguh malang nasib
pangeran.
Malam ini, pangeran tidak
bisa tidur. Ia hanya bermimpi bersama gadis impiannya. Bepergian ke mana pun oke
baginya. Karena kemanapun mereka berdua pergi, di sanalah taman bunga surga.
Semua pikiran terlewati. Yang bisa pangeran katakan adalah, “Aku mencintaimu.”
Tanpa tahu bahwa gadis impiannya mendengarkan perkataannya tanpa tahu bahwa
ialah yang dimaksud.
Pagi harinya, angin
berhembus sepoi-sepoi. Hari ini sangat windy
with breeze. Dingin. Pangeran merasa kedinginan. Apalagi Belinda. Tapi
mereka take a pleasure dari cold windy day itu. Lagipula,itu
menyegarkan pikiran pangeran dan Belinda. Membuat mereka tidak mengantuk. Angin
sejuk itu membawa mereka ke tingkat kesadaran yang lebih tinggi lagi. Mereka
lebih aware dalam apa yang mereka
lakukan dan apa manfaatnya. Begitulah jika dekat sedang kekasih hati, hal-hal
buruk berubah menjadi hal-hal baik dalam perspektif yang tercipta akibat cinta
di udara.
Kerajaan gempar karena pangeran
tidak datang kembali setelah berburu bersama pengawal-pengawalnya.
Pengawal-pengawal itu pun kena marah raja atas ketidakwaspadaan mereka. Tidak
hanya itu, mereka juga dipecat. Raja dan ratu menangis bersama di kamar mereka.
Ratu menangis sesenggukan hingga suaranya habis. Bagaimana tidak? Anak semata
wayangnya, pewaris kerajaannya, hilang tanpa tahu dimana. Bawaan raja pada para
pengawalnya juga jadi marah-marah. Kasihan sekali raja dan ratu yang memiliki
segala materi tanpa memliki harta berharganya, yaitu anaknya.
Sementara itu, pangeran
juga memikirkan ayah dan ibunya. Betapa kasihan ayah dan ibunya. Ia menangis
untuk mereka. Dari air matanya, Belinda tahu bahwa itu adalah tangisan tulus
yang mulia. Hati Belinda bergetar karenanya. Aku pikir laki-laki ini baik juga. Aku-aku… Bibit cinta mulai
tumbuh dalam hati Belinda. Walaupun Belinda belum terlalu jujur untuk
mengakuinya pada diri sendiri.
Pangeran terus menangisi
ayah dan ibunya dalam itu. Ia tak tidur tapi bermimpi. Ia jatuh dalam reverie. Bertemu dengan ayah inunya dengan
gadis impian di sampingnya. Itulah satu-satunya yang ia harapkan. Ia yakin ayah
ibunya pasti akan merestui mereka. Karena Belinda adalah gadis yang memiliki
mata di mana alam semesta menaruh dirinya, dengan kulit selembut salju yang
sudah ditunggu pangeran sejak lama, rambut selebat pohon di mana pangeran
berteduh dari panasnya hidup, dan senyum yang membawa kehangatan berada di
dekatnya. Kemana pun Belinda dan pangeran pergi, di sanalah padang bunga.
Momen berjatuhan pada
pangeran seperti kelopak bunga yang kering. Di antara semua momen itu, terselip
Belinda di dalamnya. Pangeran itu berkata pada Belinda, “Kaulah matahariku.
Satu-satunya dalam hidupku. Datanglah kepadaku. Setidaknya aku bisa tersenyum
melihatmu.”
Mendengarnya Belinda
hanya tersenyum.
“Dengarkanlah detak
jantungku, ia memanggilmu atas keinginannya sendiri, gadis impianku.”
Belinda tersenyum
kembali.
Belinda pun mendekatkan
telinganya pada dada pangeran dan tertawa, “Hihihi…” Baru kali ini pangeran
mendengar suara gadis impiannya itu. “Aku tidak mendengar namaku sama sekali.”
Belinda kembali tersenyum. Pangeran pun tersenyum balik pada Belinda dengan
perasaan cinta. Bagaimana rasanya disenyumi kekasih hidupmu dengan perasaan
yang tulus? Tak ada seorang pun yang menginginkan rasa lain.
Pangeran pun terbangun
dari reverienya. Segera pangeran
bangun dari tempat tidurnya dan pergi menuju jendela. Matahari sudah
menunjukkan dirinya. Di antara awan-awan oranye dan terbangnya burung-burung di
langit. Sudah pagi. Pikir pangeran.
Pangeran pun terus memandang padang lewat jendela gubuk sang penyihir.
Padang itu sangat luas
tanpa pohon menghiasi. Sehingga terlihat cakrawala tepat di atas rumput-rumput
itu. Pangeran terus memandangi padang itu hingga sore hari. Entah kenapa, hal
itu membuat pangeran tidak merasa sendirian. Karena memang, Belinda sendiri
menikmati pemandangan tersebut. Belinda juga merasa tidak sendirian. Kedua
sejoli itu menatap ciptaan Tuhan bersama dengan hati yang tentram. Sampai
waktunya mereka melakukan ritual ajaib penyihir dan bunga emas.
Pangeran yang dipanggil
penyihir pun tersenyum. Pangeran selalu tersenyum dan membuat Belinda jatuh
hati. Pangeran sudah menerima pemahaman hidup baru dari Tuhan Yang Maha Esa.
Tersenyumlah agar bahagia. Bukan bahagia lalu tersenyum. Lagipula, senyum itu
ibadah. Sebenarnya juga, tanpa sepengetahuan pangeran, ia sudah selalu
beribadah pada Tuhan. Setiap detak jantungnya ialah memuji Tuhan. Tiap hembusan
napasnya bersyukur memanggil Tuhan. Sebenarnya, pangeran adalah orang alim. Ia
berada dalam cahaya kealiman. Sehingga ia tak tahu kealimannya. Sedangkan
kebanyakan orang berada dalam kegelapan kebodohan. Sehingga mereka tidak tahu
akan kebodohan mereka. Sungguh beruntung Pangeran. Hatinya memiliki keinginan yang lain yang
lebih dari materi. Hatinya memiliki keinginan yang sejati. Yaitu dapat mengabdi
dengan sebaik-baiknya dengan Tuhan yang mencintainya.
Belinda mulai jatuh cinta
pada pangeran. Jantungnya berdetak kencang setiap saat. Sebagaimana cintanya
yang tulus, ia lebih mencintai pangeran daripada dirinya sendiri. Betapa
mahadahsyatnya cinta Belinda. Dirinya selalu tersenyum setiap memikirkan
pangeran. Baginya, diri pangeran lebih indah dari cakrawala. Lebih mencintai
daripada Romeo. Lebih lembut dari dandelion. Lebih baik daripada siapapun. Dan
paling tepat menjadi kekasih hatinya.
Belinda ingat masa
kecilnya. Di mana ia bisa melakukan apapun tanpa peduli bagaimana pendapat
orang di sekitarnya. Ia teringat
bagaimana ia bisa bebas sekali dalam menjadi dirinya. Di mana ia bermain di
sekitar rumahnya dengan senyum bahagia. Membantu ibunya dan teriris pisau.
Berlarian dan jatuh di rumput. Bermain lumpur dan menjerit bahagia. Dan
bercengkrama dengan Ibunya dengan penuh kasih sayang. Masa kecil adalah masa
terindah dalam hidup manusia. Itu sudah terbukti dengan polosnya kita dan hati
kita bersih tanpa dendam saat kita masih kecil. Oh, aku harap aku bisa kembali
kecil lagi.
Malamnya, saat waktunya
melakukan ritual ajaib. Belinda sudah tak bisa menahan persaannya. Ia berkata,
“Aku mencintaimu, pangeran.”
Seketika, Bunga Emas itu
berubah menjadi Belinda. Dengan sparkle dan
all-glitters keajaiban terjadi.
Belinda dengan baju seadanya yang rapih pun muncul. Membuat pangeran terpana
dan menangis karena akhirnya ia menemukan gadis impiannya. Kutukan itu hanya bisa dipatahkan dengan
pengakuan cinta pada cinta sejati. Ya, cinta sejati Belinda adalah pangeran.
Sebenarnya, Belinda tak sadar bahwa dengan mendapatkan pangeran, ia dapat
mendapatkan harta yang berlimpah bagai tak ada habisnya. Tapi hal itu sama
sekali tak terpikirkan oleh Belinda. Cintanya terlalu tulus untuk memikirkan
apa advantages yang ia dapatkan,
Cinta sejati memang hal yang hakiki dalam hidup. Dua sejoli yang memiliki Tuhan
sebagai kekasihnya kini bertemu dalam cinta yang diberkahi. Mereka berharap,
dengan kebersamaan mereka, mereka akan lebih dekat dengan Tuhan.
Belinda dan pangeran pun
berpelukan. Butir-butir air mata pangeran mengenai pundak Belinda. Mereka
percaya, dengan kekuatan cinta mereka, mereka bisa menghadapi dunia yang kejam
ini.
“Aku mencintaimu. Aku
adalah Bunga emas yang selalu bersamamu. Aku mekar untukmu. Aku adalah shooting star dalam mimpimu. Aku dikutuk
menjadi bunga emas karena mencabut bulu Burung Emas. Aku tak tahu apa-apa. Yang
aku inginkan hanyalah kehidupan yang lebih baik lagi. Dan kini aku bertemu
denganmu dan senyummu. Hidupku menjadi sempurna sekarang.” Kata Belinda.
“Kaulah gadis impianku.
Yang selalu aku impikan berada di dekatku. Kaulah cinta sejatiku. Darahku,
keringatku, dan air mataku semuanya milikmu. Awalnya aku kehilangan arah dalam
hidupku, hingga aku bertemu kamu. Aku bertemu denganmu pertama kali lewat
mimpiku. Mimpi itu yang selalu kuingat. Mimpi itu yang menjadi semangat hidupku
sampai saat ini. Tolong terimalah cintaku. Karena yang aku tahu hanyalah cara
mencintaimu. Kau adalah mimpiku yang baru.” Kata pangeran.
“Aku selalu menerimamu tanpa
kau minta. Kau juga mimpiku yang baru.” Jawab Belinda.
Mata Belinda dan pangeran
saling menatap. Tatapan mereka menyiratkan pesan: Mereka harus mengalahkan
penyihir itu dan pergi dari sini untuk kehidupan yang lebih baik.
Mereka berperang
menggunakan barang-barang yang ada di sekitar mereka. Mereka menghantam,
memukul, dan menendang penyihir itu. Tapi penyihir itu terlalu kuat. Penyihir
itu berusaha untuk menyihir Belinda dan pangeran dengan tongkat sihirnya. Ia
mengarahkan tongkat sihirnya pada Belinda dan pangeran. Tapi hasilnya nihil.
Belinda dan pangeran dapat menghindar arahan mantra penyihir. Menara itu
menjadi chaotic. Barang-barang
bertebaran dimana-mana. Sangat tidak teratur.
Peperangan berlangsung
sengit. Sampai Belinda dan pangeran lebam dan berdarah-darah. Penyihir itu juga
sudah mulai sakit-sakitan karena tidak melakukan ritual ajaib. Penyihir itu
mulai berkeriput, gerak anggota badannya menjadi pelan, ia mulai
terhuyung-huyung dan pingsan.
Keadaan pingsan itu
dimanfaatkan oleh Belinda dan pangeran. Mereka mendorong penyihir itu ke tangga
dan matilah ia. Kini, Belinda dan pangeran pun bebas. Mereka merayakannya
dengan berpelukan. Belinda pun mencium aroma tubuh pangeran yang wangi seperti
bunga. Mereka tidak melepas pelukan mereka karena pelukan itu seperti pesta
yang tak mau kau tinggalkan.
Belinda dan pangeran pun
menuruni menara itu dengan perasaan kasmaran. Mereka tersenyum-senyum satu sama
lain sambil berpegangan tangan. Suara cinta pun bergemuruh. Tanpa mulut. Hanya
kata hati.
“Sekarang, ayo kita pergi
ke istanaku. Pelaminan menunggu kita.” Kata pangeran. Bukan berani. Hanya sudah
mengetahui Belinda memiliki keinginan yang sama.
“Iya.” Jawab Belinda
tersipu malu.
“Kaulah samuderaku.” Kata
pangeran.
Hati Belinda memang luas
hatinya bagai samudera. Menerima apapun dengan lapang dada. Dan dapat menerima
ilmu ilahi dengan tulus karena ikhlasnya melakukan segala sesuatu. Bagaiamana
pangeran tidak jatuh cinta?
Burung-burung menunjukkan
jalan Belinda dan pangeran pulang ke istana. Seakan mereka tahu bahwa Belinda
dan pangeran adalah cinta sejati yang sesungguhnya.Yang dicintai Tuhan. Seluruh
dunia seakan mengitari mereka karena hati mereka yang sudah tak terikat dengan
urusan duniawi.
Belinda menggengam lengan
pangeran dengan penuh kasih sayang. Dengan pasangan hidupnyalah ia bertemu
orang asing di tanah yang asing baginya tapi tidak untuk pangeran. Pangeran
betul-betul ingat di luar kepala tentang tanah kelahirannya.
Sesampainya di istana,
kerajaan heboh. Pewaris tahta mereka sudah kembali dengan gadis cantik yang
dibawanya. Raja dan Ratu pun memeluk pangeran dengan bahagia. Pangeran
menjelaskan bahwa gadis yang dibawanya, Belinda, adalah cinta sejatinya. Raja
dan ratu pun percaya karena melihat diri Belinda yang begitu bersinar. Segera
beberapa hari setelahnya, pernikahan pun dilaksanakan.
Setelah resmi mejadi
istri pangeran, Ibu Belinda pun dicari untuk tinggal di istana bersama Belinda.
Ibu Belinda pun bahagia dapat bertemu anaknya lagi.
Begitulah cerita Belinda.
Belinda pun hidup bahagia tanpa melupakan Tuhan dalam hidupnya. Bisa kita
lihat, betapa banyak nikmat yang diberikan tuhan kepada Belinda. Justru
ia selalu bersyukur akan apa yang Tuhan berikan padanya. Jangan khawatir,
Belinda juga bersyukur karena itu, kawan.